Yogyakarta, Gontornews — Dr Bagus Riyono MA Psikolog, dosen Fakultas Psikologi UGM (Universitas Gadjah Mada) menyebutkan bahwa mental adalah sesuatu yang terkait dengan pikiran. Dengan begitu mental adalah bagaimana kita memandang sesuatu menjadi lebih luas daripada gangguan jiwa.
“Orang yang terganggu mentalnya di dalam al-Qur’an adalah orang yang tidak sinkron antara tindakan dan ucapannya atau orang yang tertutup mindsetnya seperti orang kafir,” terang Dr Bagus dalam acara Covid Talk Muhammadiyah Covid Comand Center (MCCC) dengan tema, Maulid Nabi Muhammad SAW dan Semangat Sehat Mental, yang diselenggarakan secara daring pada Senin (26/10).
Banyak orang Islam yang fanatik dengan keyakinan tertentu dan dia merasa paling benar serta menolak kebenaran dari pihak lain. Orang-orang seperti itu dalam al-Qur’an Surat al-Lail sama dengan orang yang mindsetnya tidak mau berubah dan disejajarkan dengan orang bakhil. “Artinya dia pelit untuk membuka diri, karena tidak mau menerima sesuatu yang berbeda dan ini sungguh berbahaya!” imbuh President of SIETAR (The Society for Intercultural Education, Training, and Research) Indonesia ini.
Mental yang sehat adalah mental yang selalu senang untuk belajar dan mengembangkan diri. Manusia yang bermental sehat akan siap menerima perubahan positif di sekitarnya. Sebagaimana dicontohkan pada masa awal dakwah kenabian Rasulullah SAW. Kala itu beliau banyak menghadapi tantangan dari saudara terdekat yang menolak kebenaran Islam akibat dari mental mereka yang selalu merasa benar sendiri.
Rasulullah Muhammad SAW adalah cermin manusia yang memiliki kesehatan mental yang prima. “Dari membaca tarikh Nabi Muhammad SAW kita bisa banyak mempelajari keteladanan yang baik terkait dengan kesehatan mental,” jelas Dr Bagus.
Dalam kasus pandemi COVID-19 ini, salah satu kekhawatiran yang bisa menimpa umat, seperti yang dituturkan Dr Gamal adalah merebaknya kasus krisis kesehatan mental. Karena orang akan merasa menderita juga terkungkung yang berakibat pada kesehatan mental. Maka pada Hari Kesehatan Mental yang lalu, masyarakat justru memperingatinya dengan prihatin.
Tapi kalo kita kembalikan semua polemik tersebut ke dalam ajaran Islam, mestinya kita sebagai umat Muslim tidak usah khawatir. Sebab semua itu bisa dihadapi oleh setiap Muslimin yang memahami ajaran Islam secara kaaffah atau sempurna. “Bukan mereka yang hanya setengah-setengah dalam memahami agama Islam, sehingga banyak berkeluh-kesah dan akhirnya justru mengganggu kesehatan mental mereka,” tutup sang doktor. <Edithya Miranti>
Sumber:
Copyright 2021 Gerakan Indonesia Beradab. All Right Reserved