Menuju Peradaban Indonesia yang Tinggi dan Mulia

Fadli Zon dan Gerakan Indonesia Beradab (GIB) mendukung KPI

March 1, 2016


Politisi partai Gerindra dan wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan bahwa larangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada Lembaga-Lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan pria kewanitaan adalah wajar. Ia menilai KPI mengeluarkan Surat Edaran no 203/K/KPI/02/16 itu setelah menerima masukan dan aduan dari masyarakat.

Ia menghimbau agar para pemilik stasiun televisi memilah tayangan yang positif dan edukatif. Tetapi jika masih dalam konteks bercanda maka masih dibenarkan. JIka mengandung unsur-unsur mengajak atau kampanye, menurutnya bisa menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Mereka harus bisa memilah bahwa TV adalah ruang publik. Harus ada unsur edukasi, jangan sampai pencernaan masyarakat terhadap masalah itu (tampilan pria kewanitaan) bisa salah paham,” ujar Fadli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/3/2016).

“Kalau sudah melakukan kampanye atau berpakaian tidak sesuai dengan jenis kelaminnya itu mungkin bisa mengganggu orang lain yang menyaksikan, yaitu pemirsanya,” kata politisi yang pernah mendapat kritikan saat bertemu dengan Donald Trump di Amerika Serikat.

“Tapi kalau penampilan yang dibawa bercanda saya kira masih dianggap wajar,” lanjut Fadli.

Selain dari Fadli Zon, dukungan atas pelarangan tersebut juga datang dari Gerakan Indonesia Beradab (GIB). Puluhan orang dari GIB menyampaikan dukungannya langsung ke kantor KPI, di Jakarta, Selasa (1/3/2016)

Ihshan Gumilar, salah satu anggota GIB mengatakan bahwa larangan KPI tersebut bisa menjadi tonggak sejarah masa depan peradaban keluarga dan bangsa Indonesia. Ia pun mendukung pembuatan aturan hukum yang lebih besar yang mengatur larangan menayangkan dan mempromosikan perilaku seksual yang GIB anggap menyimpang. GIB sendiri terdiri dari 173 organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Kami sampaikan apresiasi dan dukungan karena kesadaran bahwa larangan (KPI) ini dapat menjadi tonggak sejarah masa depan peradaban keluarga dan bangsa Indonesia,” kata Koordinator GIB, Ihshan Gumilar.

“Efektivitas larangan KPI ini sangat bergantung pada tersedianya perangkat hukum yang memiliki kekuatan memaksa,” ucapnya.

Menurut Idy Muzayyad, Komisioner KPI, dukungan GIB adalah sebuah konfirmasi bahwa mayoritas masyarakat menginginkan agar penayangan adegan laki-laki kewanitaan dan setuju untuk tidak mempromosikan perilaku seksual yang dianggap menyimpang. Ia mengatakan bahwa pelarangan tersebut adalah bentuk perlindungan terhadap generasi muda.

“Kebijakan KPI terkait pelarangan (tayangan) LGBT dan kebanci-bancian adalah bentuk perlindungan terhadap generasi muda,” ujar Idy.

Baca Juga : Surat Edaran KPI tentang pelarangan pria kewanitaan pada tayangan televisi

Sebelumnya beberapa tentangan terhadap keputusan KPI bemunculan.

Oscar Lawalata menilai keputusan KPI tersebut tidak tepat sasaran, karena masalah terbesar siaran televisi di Indonesia adalah pada mutunya. Lelaki yang memerankan peran kewanitaan itu adalah semata sebuah peran.

“Kalau program di tv di isi setiap hari dengan banyolan konyol , sinetron tidak mendidik , gossip , propaganda berita politik simpang siur ,ajang kampanye dan pencitraan, celebritas cari sensasi , dogma kepercayaan yang tidak disaring , acara setan dan dunia gaib , iklan iklan produk pencuci otak masyarakat! Itu yang harus nya para bapak bapak dan ibu ibu KPI berantas dan jaga !!”” tulisan Oscar di facebooknya

Menurut Asep Komarudin, Koordinator Koalisi Kebebasan Penyiaran Indonesia, KPI  sudah melakukan diskriminasi dan memberikan penekanan bahwa tindakan keperempuanan adalah tidak baik.Ia juga khawatir jika surat edaran KPI tersebut akan menjadi alat legitimasi untuk melakukan tindakan diskriminasi terhadap individu dengan identitas dan eskpresi jender berbeda. Asep mengatakan bahwa ada Undang-Undang yang menjadmin penyiaran berdasarkan keberagaman dan kebebasan yang bertanggung jawab, yaitu UU no. 32 tahun 2002.

“KPI melakukan diskriminasi dengan memberi penekanan bahwa tindakan keperempuanan adalah hal yang tidak baik,” kata Asep Komarudin, di depan Kantor KPI, Jakarta, Selasa (1/3/2016).

Dhyta Caturani, seorang aktivis HAM,anti kekerasan pada perempuan. kesetaraan gender dan keadilan sosial ini mengatakan KPI telah melakukan diskriminasi melalui surat edarannya tersebut. Ia secara pribadi juga tidak setuju dengan tayangan-tayangan yang menampilkan pria yang berperilaku kewanitan, tetapi ia mengkritisi KPI karena ia menilai alasan KPI tidak tepat. Jika saja pelarangan diberlakukan dengan alasan bahwa tayangan tersebut menjadikan waria sebagai bahan ketawaan, maka akan lebih tepat.

Aktor Tanta Ginting juga menyayangkan keputusan KPI tersebut. Ia mencontohkan saat Warkop DKI dan lawakan Tessy ada di televisi-televisi dulu, sampai sekarang juga tidak ada masalah.

Sumber: Kompas (dalam https://kabarlgbt.wordpress.com/2016/03/01/fadli-zon-dan-gerakan-indonesia-beradab-gib-mendukung-kpi/)