Menuju Peradaban Indonesia yang Tinggi dan Mulia

Fleksibilitas Peran dan Quality Time dalam Rumah Tangga : Hal Sederhana Kunci Keluarga Tangguh dan Bahagia

December 24, 2022


“Pernahkah ibu merasakan kelelahan yang luar biasa akibat bekerja seharian dirumah, mengurus rumah sekaligus anak?”

“Pernahkah ayah merasa sangat lelah karena seharian berada di kantor, menghadapi jalanan yang macet, dan bertemu dengan banyak orang?”

“Pernahkah adik dan kakak merasa tidak diperhatikan oleh kedua orang tua karena mereka terlalu sibuk bekerja?”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut  wajar dilontarkan karena pada dasarnya setiap anggota keluarga biasanya mengalami situasi yang tidak  nyaman dan kondisi yang melelahkan pada kesehariannya yang mungkin saja dapat berdampak negatif pada rumah tangga. Untuk itu, mengadopsi peran-peran yang fleksibel dan membangun quality time dengan keluarga diperlukan untuk menjadi solusi dari permasalahan ini. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Apa saja yang perlu dilakukan? Dan apa manfaatnya? Mari kita simak penjelasan dibawah ini!.

Kondisi keluarga sering kali tidak stabil karena adanya konflik internal antar anggota, yang salah satunya dipicu oleh kurangnya kedekatan, kepekaan dan kepedulian. Bahkan, terkadang terdapat kecenderungan keegoisan pada tiap individunya. Banyak ibu rumah tangga yang merasa kewalahan karena harus mengurus rumah dan merawat anaknya setiap hari, bangun di tengah malam karena bayinya menangis, hingga dituntut untuk dapat multitasking. Terkadang ibu juga mengeluhkan peran sang ayah karena tidak turut serta berperan dalam pekerjaan rumah. Apalagi studi menyebutkan bahwa menjadi seorang ibu memiliki hubungan positif dengan gejala kelelahan emosional dibandingkan menjadi seorang ayah. Meskipun begitu, dewasa ini cukup banyak ibu yang bekerja dan ayah yang berada di rumah, atau keduanya sama-sama bekerja. Kondisi tersebut menjadi sangat rawan apabila terus berlanjut karena dapat berdampak pada kelelahan fisik dan emosional  yang dapat memicu kerenggangan hingga konflik dalam rumah tangga. Untuk itu peran yang fleksibel dan quality time perlu diciptakan, diantaranya adalah dengan:

1. Membuat rencana dan kesepakatan bersama pasangan terkait pembagian peran

Kesepakatan bersama terkait pembagian peran ini perlu diterapkan. Dalam hal ini pasangan harus sudah mulai menyusun kesepakatan untuk membagi tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, pemahaman akan adanya family system framework perlu ditekankan. Family system framework adalah sebuah susunan dimana setiap anggota keluarga saling terhubung dan berfungsi sebagai kelompok dan disebut sebagai sebuah sistem. Untuk itu, setiap anggotanya harus dapat bekerja sama dan berkolaborasi untuk mewujudkan sebuah sistem yang unggul. Contoh dari kesepakatan ini adalah adanya pembagian peran dimana ayah yang akan menyapu dan ibu yang akan mengepel, atau ayah yang mengantar anak ke sekolah dan ibu yang menyiapkan sarapan. Rencana dan kesepakatan tersebut perlu dibuat agar setiap individu dapat memahami perannya dan memiliki tanggung jawab di dalam keluarga.

2. Buat jadwal kegiatan di rumah

Jadwal perlu dibuat agar setiap anggota keluarga mengerti apa yang harus dilakukan pada setiap harinya. Hal ini tentunya juga sangat bermanfaat untuk melatih disiplin dan tanggung jawab terutama pada anak. Selain itu, pembuatan jadwal ini juga mempertimbangkan kesibukan tiap anggota keluarganya. Contohnya jadwal hari Senin ayah menyapu di pagi hari dan anak menyapu di sore hari. Jadwal ini mempertimbangkan ayah yang berangkat kerja siang, dan adik yang harus berangkat pagi.

3. Memahami kondisi pasangan dan anggota keluarga yang lain

Penting bagi kita untuk mengetahui kondisi pasangan dan anggota keluarga yang lain. Hal ini dimaksudkan agar kita mengerti apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus kita kerjakan, dan tentunya membantu meringankan beban anggota keluarga atau pasangan. Ini dapat dilakukan dengan menanyakan hal sederhana terkait kabar, aktivitas seharian, perasaan yang dirasakan seharian, dan kendala yang dialami hari itu. Mengingat, terkadang meskipun berada dalam satu rumah namun antar anggota keluarga tidak mengetahui kondisi terutama terkait perasaan satu sama lain, apalagi jika tidak diungkapkan. Sebagai contoh, saat ibu sedang sakit, ayah siap siaga membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Begitupun sebaliknya, saat ayah sibuk bekerja, ibu membantu mengkondisikan anak supaya tidak mengganggu.

4. Meminta bantuan saat masalah tidak bisa diselesaikan mandiri

Tidak semua hal dapat dilakukan sendiri. Untuk itu, tidak ada salahnya meminta bantuan pada orang lain terutama pada pasangan. Meminta bantuan pada pasangan juga dinilai positif karena pasangan akan merasa dibutuhkan, dan hal tersebut dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kepedulian pasangan. Selain itu, hal ini juga dapat menumbuhkan rasa saling tolong menolong pada tiap anggota keluarga.

5. Ciptakan waktu bersama yang menyenangkan

Pada dasarnya menghabiskan waktu yang berkualitas dengan keluarga dapat meningkatkan well-being atau kesejahteraan, kemampuan sosial, emosional, dan kesehatan mental yang baik. Waktu bersama dengan keluarga juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan kedekatan dengan anggota keluarga, baik pada pasangan maupun anak. Hal ini juga didasari pada sebuah fakta dimana setiap anak membutuhkan cukup waktu dan perhatian dari orang tuanya. Untuk itu menciptakan waktu yang menyenangkan bersama dengan keluarga perlu dilakukan. Setidaknya luangkan waktu tiga jam dalam sehari untuk menciptakan waktu berkumpul, berdiskusi, dan bermain dengan keluarga, mengingat hal ini sangat penting terutama untuk meningkatkan kedekatan dan perkembangan positif diri anak. Ajak anak untuk berdiskusi, bercerita kegiatan sehari-hari, dan mengemukakan pendapatnya. Berikan waktu juga pada pasangan untuk saling berbagi cerita.

Sebisa mungkin, luangkan waktu pula pada akhir pekan untuk berlibur bersama keluarga, sekedar berolahraga bersama, atau melakukan kegiatan di rumah bersama-sama. Ciptakan suasana hangat pada keluarga.

Kebiasaan yang diupayakan tersebut memiliki manfaat bagi anggota keluarga, antara lain:

1. Terciptanya ketahanan psikologis dalam keluarga

Dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, secara tidak langsung akan membentuk ketahanan psikologis di dalam keluarga. Sebuah kajian menunjukkan bahwa suatu keluarga dapat bertahan dan berfungsi hingga tercapai kebahagiaan apabila proses dalam keluarga menjalankan fungsinya secara optimal.

Pembagian peran dan waktu yang berkualitas dalam keluarga dapat menghindarkan anggota keluarga dari perasaan kesepian dan kelelahan berlebih yang berdampak pada kondisi emosional individu yang tidak stabil.

2. Meningkatkan kedekatan dan relasi antar anggota keluarga

Selain terciptanya ketahanan psikologis dalam keluarga, penerapan peran yang fleksibel dan waktu yang berkualitas dapat meningkatkan kedekatan antar anggota keluarga. Hal ini mengingat proses keluarga mencakup relasi dan kedekatan antar anggota keluarga dan keberfungsian sistem dari anggota keluarga. Relasi antar anggota keluarga sangat penting untuk tercapainya kondisi keluarga yang berketahanan.

3. Menjadi panutanyang baik bagi anak      

Praktik pembagian peran dan waktu yang berkualitas pada keluarga dapat menjadi bekal yang baik bagi proses tumbuh kembang anak. Hal ini juga berhubungan dengan kecenderungan perilaku meniru pada anak dan pembentukan karakter anak kedepannya. Adanya pembagian peran dan penciptaan waktu yang berkualitas dapat melatih kemandirian, tanggung jawab, disiplin, dan pembentukan keterbukaan anak. Anak akan merasa disayang dan diperhatikan oleh kedua orang tuanya sehingga hal tersebut dapat meminimalisir kecenderungan kemunculan perilaku negatif pada anak.

Dari penerapan fleksibilitas peran dan waktu yang berkualitas dalam keluarga ini diharapkan dapat terbangun kedekatan, kekompakan dan keharmonisan yang bermanfaat bagi terciptanya iklim yang positif dalam keluarga. Selain itu, tiap anggota keluarga juga akan merasa lebih dihargai, dikasihi dan diperhatikan. Kebiasaan ini tentunya dapat meminimalisir konflik dan meningkatkan ketangguhan dalam keluarga.

Penulis: Alifa Cahya Pangestika

Penyunting: Annisa Ardi Ayuningtyas

Copyright foto: Happy Cleans (https://images.app.goo.gl/iguBDbxPvfYEo1RJ9)

Referensi

Andayani, B., Setiawati, D., & Anisa, W. (2018). Ketahanan Psikologis Keluarga Masyarakat DIY: Hubungan dalam Keluarga

Isnaini, Z., Zhafira, A., & Wahyunengsih. (2022). The Influence of Parental Guidance of Full-Time Workers On the Emotional Development of Children. Jurnal Equalita, 4(1). 78-89.

Leineweber, C., Falkenberg, H., & Albrecht, A. C. (2018). Parent’s Relative Perceived Work Flexibility Compared to Their Partner Is Associated With Emotional Exhaustion. Frontiers in Psychology, 9(640). 1-12.  doi: 10.3389/fpsyg.2018.00640

Olson, D. H., DeFrain, J.D., & Skogrand, L. (2019). Marriages and families: Intimacy, diversity, and strengths (9th ed.). New York: McGraw-Hill.

Sawitri, S.A., & Kurniawan, I. N. (2009). Fleksibilitas Pasangan dan Kepuasan Pernikahan. PSIKOLOGIKA, 14(1), 81-89.

Wollny, I., Apps, J., & Henricson, C. (2010). Can government measure familiy wellbeing?: A literature review. Pdf file. London: Family and Parenting Institute.