Ketika anak sudah menginjak usia remaja, para orang tua akan dihadapkan pada realita bahwa anak juga akan mengalami perubahan yang pesat baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini sejalan dengan pengertian pubertas yang memiliki arti sebagai tahap seseorang mencapai transformasi psikologis dan fisik serta kematangan seksual (Ghozah, 2023). Usia pubertas berbeda-beda pada setiap individu karena tergantung pada tingkat reproduksi hormonnya. Umumnya, anak-anak mulai memasuki masa pubertas pada usia 10 hingga 14 tahun bagi perempuan dan 12 hingga 16 tahun bagi anak laki-laki.
Perubahan fisik yang dialami remaja perempuan di antaranya pembesaran payudara dan panggul, tumbuh rambut di bagian ketiak dan sekitar alat kelamin, bertambahnya berat badan dan tinggi badan, kematangan organ seksual sehingga mengalami menstruasi. Sedangkan pada remaja laki-laki, pertumbuhan fisik yang terlihat adalah tumbuh bulu kemaluan yang halus di sekitar alat kelamin dan wajah, pembesaran testis, perubahan suara, mimpi basah, dan pertumbuhan tinggi badan. Baik remaja laki-laki maupun perempuan, pada masa pubertas akan mengalami kematangan seksual yang membuat mereka mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Selain itu, pada tahap ini, remaja juga mengalami peningkatan fungsi kognitif yakni berpikir lebih logis, abstrak, dan secara idealis (Santrock, 2018).
Bersamaan dengan berbagai perkembangan yang dialami, para remaja juga rentan mengalami permasalahan psikologis, seperti kecemasan dan citra diri yang negatif. Berbagai perubahan fisik yang terjadi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan pubertas menyulitkan remaja dalam menyesuaikan diri sehingga rentan mengalami kecemasan (Hartati & Pakpahan, 2022). Hal ini juga didukung oleh studi yang menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih memiliki citra diri yang buruk terhadap tubuhnya (Santrock, 2018).
Tidak hanya itu saja, permasalahan lain terkait pubertas pada remaja juga termasuk kasus kehamilan dini akibat hubungan seksual pranikah. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017 menunjukkan bahwa 2% remaja wanita dan 8% remaja pria di usia 15-24 tahun mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan 11% diantaranya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Hal yang lebih mencengangkan adalah di antara wanita dan pria yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah sebanyak 59% wanita dan 74% pria melaporkan mulai berhubungan seksual pertama kali pada umur 15-19 tahun. Permasalahan tersebut dapat terjadi karena kurangnya edukasi kesehatan reproduksi di kalangan remaja sehingga mereka tidak mengetahui konsekuensi dari perilakunya. Wah miris sekali ya Ayah, Bunda. Lantas, apa yang harus dilakukan oleh para orang tua?
Beberapa hal berikut ini dapat Ayah dan Bunda lakukan untuk membantu si Kakak yang sedang dalam masa pubertas agar tetap berada di koridor aman.
Untuk mendorong anak remaja berperilaku baik, Ayah dan Bunda perlu mendiskusikan bersama Kakak tentang perilaku apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima di rumah, di sekolah, dan di tempat lain. Selain itu, ciptakan konsekuensi yang adil dan pantas terhadap perilaku anak agar tidak merasa terbebani. Kemudian, saat memberikan konsekuensi, ingat ya, Ayah dan Bunda, yang ditegur adalah perilaku bukan diri anak ya. Sehingga, teguran yang diberikan membuat anak merasa masih memiliki kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Tak hanya itu saja, Ayah Bunda juga harus memastikan bahwa perkataan yang keluar merupakan fakta dan diperlukan bagi anak.
Orang tua perlu menunjukkan rasa cinta dan sayang kepada anak remajanya agar mereka tidak merasa diabaikan. Ayah dan Bunda perlu meluangkan waktu bersama anak untuk menunjukkan kepedulian orang tua. Selain itu, orang tua perlu mendengarkan anak dan menghargai perasaannya. Mereka terkadang merasa terlalu sensitif, mudah marah, dan khawatir akan perubahan dalam dirinya. Seringkali, anggota keluargalah yang pertama kali terkena dampak perubahan suasana hati remaja. Ayah dan Bunda harus bersabar dan tetap tenang ya, tunggu hingga si Kakak tenang. Setelah itu, Ayah dan Bunda perlu menjelaskan Kakak bahwa emosi yang campur aduk adalah bagian dari proses pubertas. Lalu, bantu Kakak meregulasi emosi ya, Ayah Bunda.
Pemberian pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja sangat penting dilakukan saat mereka memasuki masa pubertas. Anak memerlukan pemahaman yang baik tentang sistem, fungsi, dan cara merawat kesehatan organ reproduksi. Tidak hanya itu saja, anak juga perlu mendapat edukasi tentang kerugian yang ditimbulkan dari hubungan seksual pranikah dan bahaya penyakit yang mengintai.
Media sosial yang ditonton membuat remaja membandingkan diri dengan sosok figur selebritis atau influencer idolanya. Ketidakstabilan hormon dan perubahan lainnya mengakibatkan remaja merasa rendah diri bahkan hingga cemas. Jika tidak segera ditangani, mereka akan memiliki citra tubuh yang negatif. Ayah dan Bunda, yuk bantu Kakak memahami bahwa mereka mengalami perubahan fisik yang sama seperti anak-anak lainnya. Jangan lupa, yakinkan anak bahwa tubuhnya pada akhirnya juga akan mencapai perkembangan yang seimbang.
Beberapa tips di atas semoga dapat menginspirasi Ayah dan Bunda dalam mendampingi dan mengawasi anak remaja kita yang sedang dalam masa pubertas. Jangan ragu untuk meminta pertolongan profesional jika Ayah dan Bunda mendapati kesulitan. Untuk tetap mendapat informasi lebih dalam, selalu nantikan postingan menarik lainnya di website LAKI.
REFERENSI
Ghozah, N. I. (2023). Dukungan Orang Tua Dalam Menghadapi Masa Pubertas Remaja di Desa Linggasari RT 01 RW 06 Kecamatan Kembaran Kabupaten B. https://eprints.uinsaizu.ac.id/id/eprint/19011
Halodoc, R. (2022). Ada beberapa cara mendampingi anak memasuki masa pubertas yang bisa dilakukan orangtua. | Chat dokter Beli. Halodoc. https://www.halodoc.com/artikel/5-cara-mendampingi-anak-saat-memasuki-masa-pubertas
Hartati, B., & Pakpahan, J. E. S. . (2022). Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perubahan Fisik Pada Masa Pubertas. Jurnal Keperawatan Flora, 14(1), 9–15. Retrieved from https://www.jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf/article/view/145
Pemerintah Fokus Cegah Perilaku Seksual Berisiko di Kalangan Pemuda | Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (n.d.). https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-fokus-cegah-perilaku-seksual-berisiko-di-kalangan-pemuda
Santrock, J. W. (2018). A Topical Approach to Life Span Development 9th ed. New York: McGraw-Hill Education.
Yum, L. D. (2021). Parenting Skills: Tips for Raising Teens – CHC Resource Library | CHC | Services for Mental Health and Learning Differences for Young Children, Teens and Young Adults | Palo Alto, San Jose, Ravenswood. CHC Resource Library | CHC | Services for Mental Health and Learning Differences for Young Children, Teens and Young Adults | Palo Alto, San Jose, Ravenswood. https://dev.chconline.org/resourcelibrary/parenting-skills-tips-for-raising-teens/
Penulis : Aulia Rifqi Hidayatul Munawaroh/LAKI
Editor : Lulu’ul Jannah/LAKI
Sumber gambar : Mike Scheid (unsplash)
Copyright 2021 Gerakan Indonesia Beradab. All Right Reserved