Menuju Peradaban Indonesia yang Tinggi dan Mulia

Saatnya Belajar dari Nabi Ibrahim

May 31, 2023


oleh Bagus Riyono

Bagi mereka yang peduli pada dinamika peradaban yang sedang terjadi di dunia ini, mungkin dapat menyaksikan adanya gerakan yang masif untuk membawa peradaban manusia ke arah tertentu. Sayangnya arah yang dituju tersebut tidak sejalan atau bahkan bisa dibilang bertentangan dengan nilai-nilai keimanan, ketuhanan, serta keberadaban. Dari segi ekonomi, terbaca bahwa kapitalisme global semakin menguat dan semakin merajalela dengan mengorbankan negara-negara yang lemah serta masyarakat yang tidak berdaya. Dari segi politik, terjadi penguatan konsentrasi kekuasaan yang berkolaborasi dengan kepentingan ekonomi demi kepentingan kelompok tertentu. Dari segi hukum, muncul aturan-aturan yang membingungkan karena bertentangan dengan akal sehat dan berorientasi pada pemuasan hawa nafsu. Pada tataran budaya, arus besar terjadi untuk menyeragamkan budaya-budaya bangsa-bangsa menjadi suatu budaya global yang diberi judul sebagai “the new world order”. Lembaga-lembaga dunia seperti PBB dan World Economic Forum telah berpihak pada gerakan yang memporakporandakan nilai-nilai kesusilaan umat manusia dan melecehkan keluarga. Sementara itu, teknologi sudah bermetamorfosa menjadi artificial intelligence yang sangat rentan untuk dimanfaatkan sebagai media menyebarluaskan post truth, yang sebenarnya merupakan gerakan anti kebenaran.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Saya menanyakan ini kepada orang-orang yang beriman dan masih ingin mempertahankan keimanannya yaitu orang-orang yang yakin bahwa kehidupan dunia ini adalah suatu jembatan menuju kehidupan akhirat yang abadi. Kita semua menyaksikan bahwa jembatan tersebut seolah-olah sudah dirusak dan bahkan dihancurkan oleh mereka yang yakin bahwa tidak ada kehidupan setelah mati.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Kondisi seperti ini sebenarnya pernah dialami oleh Nabi Ibrahim a.s. Masyarakat pada zamannya telah mengingkari Tuhan yang Maha Esa termasuk ayah kandungnya sendiri. Tinggalah Nabi Ibrahim sendirian yang masih berpegang pada keimanan. Nabi Ibrahim berusaha mengingatkan ayahnya serta masyarakatnya ketika itu dengan logika yang tak terbantahkan. Namun demikian, Nabi Ibrahim justru dimusuhi oleh masyarakatnya sendiri termasuk ayahnya dan akhirnya diputuskan untuk dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Nabi Ibrahim tidak menyerah dan tetap berpegang teguh pada keimanannya pada saat menghadapi detik-detik terakhir sebelum dibakar hidup-hidup. Nabi Ibrahim berucap bahwa cukuplah Allah sebagai penolongnya. Dan sesungguhnya seberapa besarpun kekuatan masyarakat yang memiliki segala macam sumber daya dan teknologi tetaplah Allah yang Maha Kuasa. Seorang Nabi Ibrahim sendirian telah membuktikan bahwa hanya bergantung pada Allah dia mampu bertahan dan merintis peradaban baru umat manusia melalui anak cucunya yang beriman. Di zaman yang penuh dengan keangkaramurkaan ini, saatnya kita belajar dari Nabi Ibrahim. Tidak perlu kita cemas, tidak juga terlalu bersedih hati dengan apa yang kita hadapi di dunia ini, walaupun seandainya pun kita tinggal sendirian. Tersebab sesungguhnya Allah berpihak pada orang-orang yang sabar.

Hasbunallaah wa ni’mal wakiil.

Penulis: Bagus Riyono