Dalam dinamika keluarga modern, fenomena “satu atap tapi layaknya orang asing” semakin sering ditemui. Orang tua dan anak remaja tinggal dalam satu rumah, namun sering kali merasa terpisah secara emosional. Kondisi ini tidak hanya merugikan hubungan keluarga, tetapi juga berdampak negatif pada perkembangan psikologis anak remaja
Ketika percakapan yang dulu mengalir lancar kini terhambat oleh keheningan yang canggung, kita harus bertanya: Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kita rela membiarkan hubungan dengan anak-anak kita menjadi serupa dengan orang asing yang hanya berbagi tempat tinggal? Fenomena ini bukan sekadar pergeseran sosial, melainkan sebuah krisis komunikasi yang mengancam esensi dari sebuah keluarga.
Namun, apakah semuanya sudah terlambat? Mari kita jelajahi lebih dalam, bagaimana kita bisa berusaha mengubah keadaan ini, memperbaiki hubungan yang telah retak, dan kembali menemukan kehangatan dalam keluarga. Salah satunya, yang penting pertama kali untuk dibangun adalah komunikasi yang hangat dan jujur.
Masa remaja adalah periode transisi yang penuh dengan perubahan emosional dan fisik. Dalam proses pembentukan identitas diri ini, sering kali mereka merasa terasing atau tidak dimengerti oleh orang dewasa di sekitar mereka. Komunikasi yang hangat dan jujur dari orang tua dapat memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan remaja untuk membentuk identitas yang kuat dan positif.
Kepercayaan adalah fondasi dari setiap hubungan yang kuat, termasuk hubungan antara orang tua dan anak remaja. Ketika remaja merasa bahwa mereka dapat berbicara dengan orang tua mereka tanpa takut dihakimi atau dihukum, mereka akan lebih terbuka untuk berbagi masalah dan kekhawatiran mereka. Remaja yang memiliki kepercayaan terhadap orang tua mereka juga lebih mungkin untuk tidak merasa kesepian (Rotenberg et al., 2004). Remaja juga terhindar dari perilaku menyimpang dan perilaku berbohong (Ying et al., 2015). Hal ini tidak hanya membantu memperkuat hubungan keluarga tetapi juga memberikan remaja dukungan yang mereka butuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup
Komunikasi yang efektif tidak hanya mempererat hubungan emosional tetapi juga berperan penting dalam menjaga kesehatan mental remaja. Remaja yang merasa didengar dan dipahami oleh orang tua mereka cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi dan kemampuan yang lebih baik dalam mengelola stres (Gniewosz et al., 2022). Selain itu, komunikasi yang baik dapat mencegah berbagai masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan, yang sering dialami oleh remaja di era modern ini.
Komunikasi yang hangat dna jujur antara orang tua dan anak merupakan dukungan yang diperlukan oleh anak dalam menjalani fase pendidikan mereka. Anak remaja yang memiliki hubungan yang hangat dan jujur dengan orang tua mereka lebih mungkin untuk memiliki pencapaian akademik yang tinggi (Chung et al., 2019).
Setelah memahami mengapa komunikasi yang hangat dan jujur sangat penting, langkah selanjutnya adalah menerapkan strategi yang efektif untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Membangun komunikasi yang kuat tidak hanya sebatas pada pengertian, tetapi juga pada tindakan nyata yang dapat memperbaiki dan memperkuat hubungan dengan anak remaja kita.
Bagaimana caranya? Berikut adalah beberapa strategi efektif yang bisa kita terapkan.
Strategi Membangun Komunikasi yang Efektif
Luangkan waktu untuk benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan anak Anda tanpa interupsi. Mendengarkan aktif adalah kunci dalam membangun komunikasi yang baik. Ini melibatkan memberi perhatian penuh kepada remaja, tidak menginterupsi, dan menunjukkan bahwa Anda benar-benar peduli dengan apa yang mereka katakan.
Remaja cenderung menutup diri jika mereka merasa dihakimi. Orang tua harus berusaha untuk tidak memberikan kritik yang tidak konstruktif atau menyudutkan remaja dalam percakapan. Sebaliknya, fokuslah pada solusi dan dukungan. Sikap ini akan membantu remaja merasa lebih aman dan terbuka kepada orang tua.
Cobalah untuk memahami perspektif anak Anda, bahkan jika Anda tidak selalu setuju dengan pandangan mereka. Pengakuan terhadap perasaan mereka dapat membantu untuk membangun hubungan yang lebih baik.
Remaja sering kali meniru perilaku orang tua mereka. Jika Anda ingin anak Anda jujur dan terbuka, tunjukkan sikap yang sama. Konsistensi dalam tindakan dan kata-kata Anda akan menginspirasi remaja untuk mengikuti jejak Anda dalam membangun komunikasi yang sehat. Orang tua perlu memulai obrolan atau interaksi agar anak merasa lebih nyaman untuk menunjukkan sikap yang sama ke depannya.
Temukan kesempatan untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama, baik itu saat makan malam, berjalan-jalan, atau berbagi hobi. Waktu-waktu ini dapat menjadi momen yang tepat untuk percakapan yang lebih mendalam.
Membangun kembali komunikasi yang hangat dan jujur dengan anak remaja bukanlah sekadar tugas sehari-hari; ini adalah perjuangan untuk menyelamatkan esensi dari keluarga kita. Di tengah derasnya arus distraksi yang memisahkan kita, upaya untuk meraih kembali koneksi yang hilang adalah sebuah investasi tak ternilai. Bukan hanya untuk menghindari kesalahpahaman dan konflik, tetapi untuk mengokohkan fondasi emosional yang akan mendampingi anak-anak kita dalam perjalanan mereka menuju kedewasaan. Apakah kita rela melihat hubungan kita merosot menjadi sekadar formalitas, ataukah kita siap berjuang untuk menciptakan kembali kehangatan dan kepercayaan yang suatu waktu pernah ada? Keputusan ada di tangan kita, dan masa depan keluarga kita dipertaruhkan.
Referensi:
Chung, G., Phillips, J., Jensen, T. M., & Lanier, P. (2019). Parental involvement and adolescents’ academic achievement: latent profiles of mother and father warmth as a moderating influence. Family Process, 59(2), 772–788. https://doi.org/10.1111/famp.12450
Gniewosz, G., Katstaller, M., & Gniewosz, B. (2022). Adolescents’ psychological adjustment during challenging times: The role of mothers’, fathers’, and adolescents’ ratings of parental warmth. Developmental Psychology, 59(1), 112–127. https://doi.org/10.1037/dev0001473
Lloyd, C., & Levitan, S. (2009-2022). Modern Family. Steven Levitan Productions
Rotenberg, K. J., MacDonald, K. J., & King, E. V. (2004). The relationship between loneliness and interpersonal trust during middle childhood. The Journal of Genetic Psychology, 165(3), 233–249. https://doi.org/10.3200/gntp.165.3.233-249
Ying, L., Ma, F., Huang, H., Guo, X., Chen, C., & Xu, F. (2015). Parental monitoring, Parent-Adolescent communication, and adolescents’ trust in their parents in China. PLoS ONE, 10(8), e0134730. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0134730
Author : Alif Akbar Rifa’i/LAKI
Reviewer : Lu’luul Jannah/LAKI
Editor : Nur Rohmah Itsnaini/LAKI
Copyright 2021 Gerakan Indonesia Beradab. All Right Reserved